Kamis, 14 Juli 2016

Cinta Ayah Tak Nampak




Dia lelaki hebat di hatiku kini. Karena aku baru tahu bagaimana sesungguhnya cinta kasih ayah kepadaku selama ini. Ibuku memang jembatan kuat untuk jalan mulus cinta kasihnya untukku.
         Hatiku sangat sedih jika mendengar suara mendesah, sesaknya dada ayah yang sepertinya menyakitkannya.
       Seperti malam itu, saat aku terlihat sedih, ibu lirih berkata, “Tahukah, betapa besar cinta ayah padamu, jangan sedih, dia takka akan pergi meninggalkanmu. Dia laki-laki, dan kamu anak perempuannya, dia tidak akan  rela melepaskanmu.”
         Aku diam saja, namun bingung mendengarkan kalimat ibu yang tidak biasanya itu.
        “Ada apa dengan ayah?” Batinku bertanya, lalu aku menatap ibu.
“Ayah lelaki, pantang baginya menagis.”
“Apa maksud ibu?” tannyaku  makin heran malam itu.
“Saat kamu pergi kuliah ke jakarta dulu, sebenarnya hati ayah yang paling patah hati. Rapuh sekali, beda jauh dengan ibu Vin.” 
          Aku terdiam, mulai tahu arah bicara ibu.
        “Tahukah kamu?Saat kita berpelukan, menangis ayah malah menjauh dan matanya menatap liukan panjang kereta. Padahal dia menghibur diri. Mengalihkan hatinya agar tak hanyut dan nampak sedihnya.”
        “Oh ya?”
       “Tahukah Vin?yang menyuruh ibu telepon kamu setiap hari dengan segala kecerewetannya adalah ayah.”
        “Kok gitu?Kenapa ayah nggak mau menelponku langsung?”
        “Karena ayah nggak bisa basa-basi, to the point takut salah ucap malah bahaya katanya. Dia tak ingin ada masalah denganmu.”
         “Oh begitukah bu?”
        Aku jadi mulai tahu perasaan ayah dibalik diamnya selama ini, jarang bicara lama denganku.
“Saat tahu kamu lulus kuliah, air matanya meleleh, namun segera di a menghapusnya agar ibu tidak tahu lalu mengejeknya.”
“Sampai seperti itukah?”
“Ya dia, ternyata sangat rapuh hatinya. Lalu saat kamu wisuda..!!”
“Ayah bangga bu? Dan bulang apa bu?”
        “Dia cantik dan jadi sarjana, aku bahagia bu, katanya sambil mengambil sapu tangan dari saku celananya, dia mengusap buru-buru air matanya.”
          Degh!
       Hatiku terasa sakit ketika tahu betapa sungguh cinta ayah padaku yang selama ini menganggapnya terlalu jaim, angkuh dan tidak mau dekat denganku,
           Lalu aku jadi teringat saat lulusan SD, aku minta dibelikan sepatu baru, karena yang lama telah mulai sesak.
          Ibu dengan sedih bilang ayah belum punya uang. Aku sangat kecewa, marah pada ayah ibu.
Tetapi, sore itu ayah pulang membawa sepatu baru tepat dengan ukuran yang kuminta. Aku sangat girang, namun ibu menjadi sangat heran, dan bertanya dengan nada bingung.
          “Lho, dari mana dapat uang buat beli sepatu?”
          “Ada lah, sudahlah bu, ndak usah dibahas.”
          “Tapi kan ayah sakit, katanya mau ke dokter sehabis ngantor?”
          “iya.”
          “Terus?”
          “Ya nggak papa.” 
          “Nggak papa gimana?”
          “Oh, ibu tahu, pasti ayah nggak jadi berobat kan?”
          “Nggak papa, sudahlah.”
         “Jangan gitu yah, jaga kesehatan, sepatu Vina masih bisa kok kapan-kapan, kesehatan jauh lebih penting.”
         “Santai saja, Tolong bikin air putih hangat dengan  madu saja,”kata ayah/
           Ayah sore itu telah mengorbankan kesehatannya demi menyenangkan hatiku, tak mau aku sedih dan marah lagi padanya, betapa jahatnya aku!”
           “Lalu apa lagi yang ayah katakan tentangku bu?”Aku mengejar tanya ke ibu karena aku makin penasaran dengan hati ayah sesungguhnya padaku.
            “Dulu saat kamu mau dilamar Prabu, ayah setiap malam sholat untuk mohon petunjuk dan lindungannya untukmu, anak perempuan satu-satunya yang  akan dilepaskannya. Ibu dengar tangisannya, terisak meminta cintanya untukmu.”
            Aku tak kuat mendengar kalimat ibu, aku meneteskan air mata, lalu segera masuk kedalam  kamar, menemui ayah ang terbaring lemah, namun memaksakkan senyumnya untukku.
            “Ayah, maafkan Vina ya.”
            “Ada apa?” suara ayah sangat lirih membuatku makin menangis.
“Vina baru sadar cinta ayah yang begitu besar.”
“oh, terima kasih vin.”
           Tangan kanan ayah mengelus kepalaku, aku memeluknya erat dan merasakan kehangatan dadanya dengan hembusan napas terasa sesak. Segera aku melepasnya.
       “Ayah besok harus ke dokter ya, Vina nggak mau ayah sakit. Tolong yah, dulu ayah menahan sakit hanya demi sepatu Vina..”
           Aku kembali terisak, lalu tangan ayah mengusap air mataku dengan lembut.
          “Ayah tak ingin menyusahkanmmu.”
          “Ayah tolong Vina..”
         “Ayah sudah bahagia melihatmu bahagia denga keuarga kecilmu, karirmu juga bagus. Bagi ayah itulah kebahagiaan sejati seorang ayah, bisa melihat anaknya sukses.”
        Aku malam itu tak bisa memaksa ayah ke rumah sakit. Aku gagal membujuknya untuk menuruti kemauanku.
          Tanpa ku sang ka
          Tak sedikitpun ku kira.
Ayah tersenyum kecil menatapku saat sekian detik mau meninggalkanku, dan aku tak begitu menyadarinya.
         Dengan kesedihan yang mendalam, malam penuh kenangan itu, menyisakan sesak di dada.
Aku harus merelakan kepergian ayah untuk selamanya.
        Ayah meninggal dalam pelukanku setelah aku mengetahui betapa besar cinta kasih kepadaku, anak perempuannya yang keras kepala.
           Cinta Ayah tak akan nampak kasat mata, namun hati kita bisa merasakannya satu saat, memang cintanya terasa hebat!
          Maafkan aku ayah!
         Doaku setiap malam selalu yang terbaik untukmu, engkau layak mendapatkan surga-Nya, amin!


Sumber : Ayah Pemilik Cinta yang Terlupakan 2
              Zettu

0 komentar:

Posting Komentar