Dia
lelaki hebat di hatiku kini. Karena aku baru tahu bagaimana sesungguhnya cinta
kasih ayah kepadaku selama ini. Ibuku memang jembatan kuat untuk jalan mulus
cinta kasihnya untukku.
Hatiku sangat sedih jika mendengar suara mendesah,
sesaknya dada ayah yang sepertinya menyakitkannya.
Seperti malam itu, saat aku terlihat sedih, ibu lirih
berkata, “Tahukah, betapa besar cinta ayah padamu, jangan sedih, dia takka akan
pergi meninggalkanmu. Dia laki-laki, dan kamu anak perempuannya, dia tidak
akan rela melepaskanmu.”
Aku diam saja, namun bingung mendengarkan kalimat ibu
yang tidak biasanya itu.
“Ada apa dengan ayah?” Batinku bertanya, lalu aku menatap
ibu.
“Ayah lelaki, pantang
baginya menagis.”
“Apa maksud ibu?”
tannyaku makin heran malam itu.
“Saat kamu pergi kuliah ke
jakarta dulu, sebenarnya hati ayah yang paling patah hati. Rapuh sekali, beda
jauh dengan ibu Vin.”
Aku terdiam, mulai tahu arah
bicara ibu.
“Tahukah kamu?Saat kita berpelukan, menangis ayah malah
menjauh dan matanya menatap liukan panjang kereta. Padahal dia menghibur diri.
Mengalihkan hatinya agar tak hanyut dan nampak sedihnya.”
“Oh ya?”
“Tahukah Vin?yang menyuruh ibu telepon kamu setiap hari
dengan segala kecerewetannya adalah ayah.”
“Kok gitu?Kenapa ayah nggak mau menelponku langsung?”
“Karena ayah nggak bisa basa-basi, to the point takut
salah ucap malah bahaya katanya. Dia tak ingin ada masalah denganmu.”
“Oh begitukah bu?”
Aku jadi mulai tahu perasaan ayah dibalik diamnya selama
ini, jarang bicara lama denganku.
“Saat tahu kamu lulus
kuliah, air matanya meleleh, namun segera di a menghapusnya agar ibu tidak tahu
lalu mengejeknya.”
“Sampai seperti itukah?”
“Ya dia, ternyata sangat
rapuh hatinya. Lalu saat kamu wisuda..!!”
“Ayah bangga bu? Dan bulang
apa bu?”
“Dia cantik dan jadi sarjana, aku bahagia bu, katanya
sambil mengambil sapu tangan dari saku celananya, dia mengusap buru-buru air
matanya.”
Degh!
Hatiku terasa sakit ketika tahu betapa sungguh cinta ayah
padaku yang selama ini menganggapnya terlalu jaim, angkuh dan tidak mau dekat denganku,
Lalu aku jadi teringat saat lulusan SD, aku minta
dibelikan sepatu baru, karena yang lama telah mulai sesak.
Ibu dengan sedih bilang ayah belum punya uang. Aku sangat
kecewa, marah pada ayah ibu.
Tetapi, sore itu ayah pulang
membawa sepatu baru tepat dengan ukuran yang kuminta. Aku sangat girang, namun
ibu menjadi sangat heran, dan bertanya dengan nada bingung.
“Lho, dari mana dapat uang buat beli sepatu?”
“Ada lah, sudahlah bu, ndak usah dibahas.”
“Tapi kan ayah sakit, katanya mau ke dokter sehabis
ngantor?”
“iya.”
“Terus?”
“Ya nggak papa.”
“Nggak papa gimana?”
“Oh, ibu tahu, pasti ayah nggak jadi berobat kan?”
“Nggak papa, sudahlah.”
“Jangan gitu yah, jaga kesehatan, sepatu Vina masih bisa
kok kapan-kapan, kesehatan jauh lebih penting.”
“Santai saja, Tolong bikin air putih hangat dengan madu saja,”kata ayah/
Ayah sore itu telah mengorbankan kesehatannya demi
menyenangkan hatiku, tak mau aku sedih dan marah lagi padanya, betapa jahatnya
aku!”
“Lalu apa lagi yang ayah katakan tentangku bu?”Aku
mengejar tanya ke ibu karena aku makin penasaran dengan hati ayah sesungguhnya
padaku.
“Dulu saat kamu mau dilamar Prabu, ayah setiap malam
sholat untuk mohon petunjuk dan lindungannya untukmu, anak perempuan
satu-satunya yang akan dilepaskannya.
Ibu dengar tangisannya, terisak meminta cintanya untukmu.”
Aku tak kuat mendengar kalimat ibu, aku meneteskan air
mata, lalu segera masuk kedalam kamar,
menemui ayah ang terbaring lemah, namun memaksakkan senyumnya untukku.
“Ayah, maafkan Vina ya.”
“Ada apa?” suara ayah sangat lirih membuatku makin
menangis.
“Vina baru sadar cinta ayah
yang begitu besar.”
“oh, terima kasih vin.”
Tangan kanan ayah mengelus kepalaku, aku memeluknya erat
dan merasakan kehangatan dadanya dengan hembusan napas terasa sesak. Segera aku
melepasnya.
“Ayah besok harus ke dokter ya, Vina nggak mau ayah
sakit. Tolong yah, dulu ayah menahan sakit hanya demi sepatu Vina..”
Aku kembali terisak, lalu tangan ayah mengusap air mataku
dengan lembut.
“Ayah tak ingin menyusahkanmmu.”
“Ayah tolong Vina..”
“Ayah sudah bahagia melihatmu bahagia denga keuarga
kecilmu, karirmu juga bagus. Bagi ayah itulah kebahagiaan sejati seorang ayah,
bisa melihat anaknya sukses.”
Aku malam itu tak bisa memaksa ayah ke rumah sakit. Aku gagal
membujuknya untuk menuruti kemauanku.
Tanpa ku sang ka
Tak sedikitpun ku kira.
Ayah tersenyum kecil
menatapku saat sekian detik mau meninggalkanku, dan aku tak begitu
menyadarinya.
Dengan kesedihan yang mendalam, malam penuh kenangan itu,
menyisakan sesak di dada.
Aku harus merelakan
kepergian ayah untuk selamanya.
Ayah meninggal dalam pelukanku setelah aku mengetahui
betapa besar cinta kasih kepadaku, anak perempuannya yang keras kepala.
Cinta Ayah tak akan nampak kasat mata, namun hati kita
bisa merasakannya satu saat, memang cintanya terasa hebat!
Maafkan aku ayah!
Doaku setiap malam selalu yang terbaik untukmu, engkau
layak mendapatkan surga-Nya, amin!
Sumber : Ayah Pemilik Cinta yang Terlupakan 2
Zettu